masukkan script iklan disini
KUNINGAN - CIREMAIPOS.COM,- Deretan masalah yang mencuat di RSUD Linggajati Kuningan dalam enam bulan terakhir menuai sorotan tajam dari Ketua LSM Frontal Kuningan, Uha Juhana. Ia menilai tiga kasus besar yang mencuat sejak awal 2025 menjadi bukti rapuhnya sistem manajemen dan pelayanan publik di rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.
Tiga persoalan yang kini ramai diperbincangkan publik meliputi insentif Covid-19 tenaga kesehatan yang tak kunjung cair sejak 2021, hilangnya probe USG senilai lebih dari Rp100 juta, serta kasus kematian bayi yang sempat menunggu tindakan medis lebih dari 30 jam.
“Ini bukan sekadar masalah teknis atau administrasi. Ini simbol dari sistem yang sudah lama sakit tapi dibiarkan tanpa pengobatan,” tegas Uha, Selasa (16/7/2025).
Menurutnya, insentif tenaga kesehatan Covid-19 seharusnya menjadi prioritas. “Mereka bertaruh nyawa di masa pandemi, tapi haknya justru terkatung-katung bertahun-tahun. Ironisnya, alasan manajemen hanya ‘masih proses’ tanpa kepastian,” kritiknya.
Tak kalah serius, Uha juga menyoroti hilangnya peralatan medis di lingkungan rumah sakit yang seharusnya dijaga ketat. “Bagaimana mungkin probe USG bisa hilang begitu saja, sementara CCTV rusak, memorinya pun lenyap? Ini menandakan lemahnya pengawasan aset negara,” katanya.
Sementara itu, tragedi kematian bayi yang menimpa Irmawati semakin memperparah citra RSUD Linggajati. Keluarga korban kini telah menggandeng pengacara Hotman Paris untuk menempuh jalur hukum.
Bupati Kuningan Dr. Dian Rachmat Yanuar, M.Si. dikabarkan telah memerintahkan evaluasi menyeluruh dan membentuk tim investigasi khusus. Namun Uha mendesak langkah konkret yang lebih mendalam, bukan hanya penanganan sementara.
“Jangan sampai hat-trick ini berkembang jadi quadrick. Kalau nyawa, alat, dan hak orang sudah hilang, kepercayaan publik bisa ikut hilang,” tandas Uha.
Uha mendesak pemerintah daerah melakukan audit total, mulai dari tata kelola keuangan, prosedur pelayanan medis, hingga pengamanan aset negara. “Masyarakat butuh kepastian layanan, bukan sekadar janji perbaikan. Rumah sakit bukan panggung birokrasi lambat, tapi harapan terakhir rakyat untuk bertahan hidup,” pungkasnya.
/Red