masukkan script iklan disini
KUNINGAN - CIREMAIPOS.COM,- Penggunaan dana ketahanan pangan (Ketapang) Desa Cihaur, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Kuningan, yang menelan anggaran lebih dari Rp 200 juta menuai sorotan. Meski dana tersebut telah terserap 100 persen, implementasi program dinilai belum maksimal dan tidak sepenuhnya menyentuh kebutuhan masyarakat.
Kaur Ekbang Desa Cihaur, Murni, menjelaskan bahwa dana Ketapang tahun 2025 dialokasikan untuk dua program, yakni penggemukan domba dan pengembangan pertanian cabai.
Untuk program penggemukan, Bumdes Cihaur bekerja sama dengan peternak lokal dengan menawarkan bibit domba yang nantinya hasil penggemukannya akan dibeli kembali oleh Bumdes. Namun, dari target penyaluran, baru 50 ekor domba yang terealisasi.
Sementara itu, pada sektor pertanian, Bumdes hanya menyediakan bibit cabai hasil pembibitan dari rumah bibit desa. Bibit tersebut kemudian ditawarkan kepada petani yang berminat, tanpa adanya dukungan tambahan seperti sewa lahan atau sarana produksi.
“Untuk penggemukan ternak, Bumdes hanya menawarkan bibit ke peternak untuk dikelola masing-masing. Sedangkan untuk cabai, Bumdes hanya menawarkan bibit, tidak sampai menyewa lahan, sehingga petani yang menanggung sendiri biaya lahan,” jelas Murni kepada wartawan, Kamis (21/8/2025).
Program ini mendapat kritik dari anggota Forum Wartawan Desa (Forwades), Bopih, yang menilai penggunaan dana Ketapang belum menyentuh persoalan utama di lapangan.
“Kalau hanya sebatas bibit, petani pun bisa membibitkan sendiri. Harusnya ada fasilitasi menyeluruh, termasuk sewa lahan, obat-obatan, dan sarana lainnya. Kalau hanya bibit saja, lalu dana besar di Bumdes untuk apa?” tegasnya.
Ia juga menilai program penggemukan ternak masih belum jelas arahnya. Karena itu, Bopih mengingatkan agar masyarakat lebih proaktif mengawasi penggunaan dana Ketapang agar tidak disalahgunakan dan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan warga desa.
/Moris