masukkan script iklan disini
KUNINGAN - CIREMAIPOS.COM,- Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea memiliki makna yang mendalam dan dianggap sebagai norma fundamental negara yang menjadi landasan dan sumber dari segala hukum di Indonesia.
Makna setiap alinea :
• Aline I: Menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
• Alinea II: Menggambarkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu ingin mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
• Alinea III : Berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia yang dicapai berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan perjuangan bangsa.
• Alinea IV : Menguraikan tujuan dibentuknya pemerintahan negara Republik Indonesia, yaitu untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Alinea ini juga memuat dasar negara Pancasila.
Pembukaan konstitusi diatas merupakan bentuk ideal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu menatap dunia bukan dari menara gading, tapi harus dari jantung nurani peradaban itu sendiri.
Memori kolektif mengajak kita bahwa kemajuan selalu menuntut harga: bukan hanya dalam angka dan grafik, tapi dalam moralitas, empati, dan arah jiwa bangsa.
Ketika kita berbicara tentang kemajuan dunia - termasuk Indonesia. Bahwa krisis terbesar manusia bukanlah ekonomi, melainkan etika.
Bahwa kemakmuran sejati tak lahir dari keserakahan, melainkan dari kesadaran kolektif untuk membangun peradaban yang adil dan beradab.
Seorang pemimpin ideologis akan tetap setia pada cita-cita dan harapan rakyatnya. Harga peradaban memang mahal, tapi jauh lebih mahal jika kita memilih untuk tidak membayarnya sama sekali.
Pemimpin pro rakyat, dalam diam dan senyumnya ada semacam pesan sunyi : bersikap dan bertindak dengan menimbang nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Angka makro hanya statistik, rakyat harus masuk ke sentra kuasa ekonomi, itulah ongkos peradaban yang harus kita bayar. Ongkos peradaban, bukan sekadar pajak atau utang publik. Ia adalah harga dari kejujuran, empati, dan kesediaan untuk menahan diri demi kebaikan bersama.
Dan dalam konteks Kabupaten Kuningan, mungkin itulah harga yang kini harus kita bayar: meninggalkan cara lama yang pragmatis demi jalan baru yang berkeadaban.
Tulisan dalam rangka Hari Pahlawan
Kuningan, 10 November 2025
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal

