Iklan

Pesta Pora Dalam 100 Hari, Ironi Kuningan Miskin Ekstrem

Rabu, 18 Juni 2025, Juni 18, 2025 WIB Last Updated 2025-06-18T02:47:28Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini


KUNINGAN - CIREMAIPOS.COM,- Di tengah keterbatasan keuangan daerah dan isu efisiensi anggaran yang terus digaungkan, Pemerintah Kabupaten Kuningan justru malah meluncurkan buku "100 Hari Pertama Kerja Dian-Tuti" dengan anggaran fantastis mencapai Rp 100 juta.

Peluncuran buku ini memantik kritik dan reaksi keras dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu kami dari LSM Frontal, menyampaikan sikap sebagai berikut :

1. Langkah tersebut menunjukkan ketimpangan kebijakan dan ketidakpekaan terhadap kondisi riil masyarakat Kuningan, khususnya bagi daerah yang keadaannya masuk kategori miskin ekstrem di Jawa Barat.

2. Buku itu anggarannya mencapai Rp 100 juta, lalu untuk apa? Apa urgensinya bagi kemajuan daerah? Sementara di sisi lain, masih banyak rakyat Kuningan yang bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yaitu makan saja sulit.

3. Pembangunan infrastruktur fisik masih banyak yang terbengkalai. Contoh : banyak sekolah dan jalan rusak butuh perbaikan. Tapi uang rakyat
Rp 100 juta dihambur hamburkan, ini bentuk pesta pora birokrasi yang tak patut dirayakan.

4. Kami mempertanyakan seberapa besar dampak nyata dari adanya penerbitan buku tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jangan-jangan buku itu hanya dikonsumsi oleh segelintir pejabat dan ASN saja. Lalu bagaimana masyarakat umum bisa memahami isinya? Apakah ada distribusi menyeluruh? Atau hanya jadi dokumentasi elitis di tengah kondisi masyarakat Kuningan yang terus bergulat dengan kemiskinan?

5. Komitmen efisiensi anggaran yang selama ini disuarakan oleh pimpinan daerah yaitu Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar hanyalah omong kosong belaka. Bohong besar kalau mereka mengatakan sedang melakukan pengetatan melalui kebijakan efisiensi anggaran. Buktinya hampir tiap minggu ada saja acara yang mewah dan mubazir. Dari mulai peluncuran buku, peresmian ini-itu, sampai pesta-pesta seremonial yang tidak berdampak langsung pada pemenuhan kebutuhan rakyat.

6. Mereka terus foya-foya dalam memakai uang rakyat, tapi giliran rakyat meminta bantuan, alasannya selalu dijawab keterbatasan anggaran. Ironisnya para pejabat Kuningan tidak pernah sadar atau mungkin sudah mati rasa kalau anggaran daerah sekarang sudah bangkrut. Bahkan kalau mereka mau jujur kondisi yang sebenarnya bahwa APBD berada diambang kehancuran.

Padahal Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar selama ini gencar menyuarakan efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi. Namun, kenyataan di lapangan justru menunjukkan inkonsistensi antara ucapan dan tindakan. Kalau benar ingin efisiensi, seharusnya pengadaan buku semacam ini tidak menjadi prioritas. Banyak cara lain untuk menyampaikan capaian kinerja dalam 100 hari misalnya melalui platform media digital yang biayanya lebih murah dan efektif.

Di sisi lain, data dari pemerintah pusat masih menunjukkan bahwa Kabupaten Kuningan masuk dalam kategori daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrem. Fakta ini membuat peluncuran buku tersebut terkesan mencolok di tengah kondisi sosial ekonomi masyarakat Kuningan yang memburuk saat ini akibat melemahnya daya beli secara merata.

Masyarakat butuh bukti nyata, bukan pencitraan. Kalau benar mau membantu rakyat, fokus saja pada pembangunan pelayanan dasar dan pengentasan kemiskinan. Bukan malah menggelar perayaan dengan anggaran besar demi sebuah narasi 100 hari, itu sama saja dengan membunuh rakyat yang hidupnya sudah sengsara.

Peluncuran buku pajangan itu hanya menambah panjang daftar kebijakan pemerintah Kabupaten Kuningan yang dinilai tidak tepat sasaran dan kurang sensitif terhadap kondisi rakyat. Kritik publik di media sosial pun terus bergulir, mempertanyakan arah kepemimpinan baru yang diharapkan membawa perubahan namun justru mengulang pola lama : glamor di atas penderitaan rakyat.


Kuningan, 18 Juni 2025


Uha Juhana
Ketua LSM Frontal

Komentar

Tampilkan

Terkini