masukkan script iklan disini
KUNINGAN - CIREMAIPOS.COM,- Kasus proyek Penerangan Jalan Umum (PJU) atau dikenal dengan Program Kuningan Caang, yang menggunakan anggaran fantastis senilai Rp117,5 miliar dari APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2023, kembali menjadi sorotan tajam berbagai kalangan. Meski telah lama bergulir dan bahkan sempat dipansuskan oleh DPRD Kabupaten Kuningan, kasus tersebut hingga kini belum menunjukkan kejelasan dalam penegakan hukumnya.
Ketua Forum Wartawan Kuningan (Forwaku), Dodo Doceng, menyebut bahwa kasus ini seolah "hilang ditelan bumi", padahal berbagai indikasi pelanggaran telah banyak disorot sejak awal pelaksanaan program.
“Kasus ini bukan hal baru. Sejak program berjalan, kejanggalan demi kejanggalan sudah terlihat. Tapi sampai sekarang belum ada penyelesaian hukum yang transparan dan tegas,” ujar Dodo, Minggu (3/8/2025).
Menurutnya, publik memiliki hak untuk mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum ketika kasus sebesar ini terkesan dibiarkan tanpa progres yang jelas. Ia menyebut potensi kerugian negara dalam proyek ini sangat besar, mulai dari dugaan mark-up anggaran, penggunaan lampu yang tidak sesuai spesifikasi, hingga pemasangan saklar yang tidak proporsional.
“Saklar seharusnya tersedia di setiap tiang lampu. Tapi fakta di lapangan, dari sepuluh tiang hanya satu atau dua yang dilengkapi saklar. Ini pelanggaran teknis yang sangat nyata, dan harusnya menjadi pintu masuk untuk penyelidikan lebih jauh,” tegasnya.
Dodo juga menyindir bahwa lambatnya proses hukum bisa jadi karena banyak pihak berkepentingan yang diduga ikut menikmati keuntungan dari proyek tersebut. Hal ini, lanjutnya, menimbulkan persepsi publik bahwa penegakan hukum di Kuningan tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah.
“Kalau hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu, saya yakin banyak hal akan terungkap. Tapi kalau hanya jadi formalitas, masyarakat akan terus kecewa,” ucapnya.
Meski sempat terdengar kabar bahwa Kejaksaan Negeri Kuningan mulai membuka kembali penyelidikan atas kasus PJU, Forwaku mempertanyakan keseriusan dan akuntabilitas proses hukum yang dijalankan. Mereka mendesak agar penegakan hukum tidak berhenti pada simbolik semata, melainkan menindak tegas siapapun yang terlibat, dari level pelaksana hingga pejabat pengambil keputusan.
“Kami ingin ada titik terang. Uang rakyat harus dipertanggungjawabkan.
Jika tidak, kepercayaan terhadap institusi penegak hukum bisa benar-benar hilang,” pungkas Dodo.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum dan para pemangku kebijakan di Kabupaten Kuningan, apakah mampu membuktikan komitmennya dalam melindungi keuangan negara, atau justru membiarkan ketidakadilan terus berulang di balik proyek-proyek besar bernama pembangunan.
/Moris