Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Indonesia Pasca Kolonial dan Potensi Penjajahan Internal: Rekonsiliasi Hukum antara Kerajaan Nusantara dan Negara Republik Indonesia

Redaksi
Senin, 17 November 2025
Last Updated 2025-11-17T01:52:20Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

CIREBON - CIREMAIPOS.COM,-
 
Indonesia sebagai negara pasca-kolonial dibangun di atas fondasi sejarah yang kuat, yaitu keberadaan kerajaan dan kesultanan Nusantara yang telah memiliki struktur pemerintahan, hukum, dan tatanan sosial jauh sebelum kolonialisme serta sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun dalam praktik ketatanegaraan modern, terjadi kesenjangan antara pengakuan konstitusional terhadap masyarakat hukum adat dan implementasi administratif negara, sehingga memunculkan potensi “penjajahan internal” berupa marjinalisasi hak-hak komunal dan warisan kerajaan.
Kajian ini menyajikan analisis hukum, politik, dan historis mengenai harmonisasi relasi antara Negara Awal (kerajaan-kesultanan) dan Negara Baru (Republik Indonesia).

Rekomendasi kebijakan yang disampaikan meliputi revitalisasi keraton, sertifikasi tanah ulayat, regulasi kompensasi ekonomi adat, mekanisme hibah adat untuk memperkuat status tanah negara, serta pelibatan struktural raja dan sultan dalam pemerintahan nasional. Kajian ini menegaskan bahwa rekonsiliasi adat-negara bukan ancaman bagi NKRI, tetapi penguatan moral dan historis bangsa.

1. Pendahuluan
Eksistensi kerajaan dan kesultanan Nusantara merupakan bagian integral dari sejarah terbentuknya bangsa Indonesia. Entitas tersebut memiliki sistem hukum, politik, agraria, diplomasi, dan budaya yang mapan jauh sebelum kehadiran kolonialisme maupun terbentuknya NKRI pada tahun 1945.

Proklamasi kemerdekaan bukan penghapusan entitas kerajaan, melainkan penyatuan mereka ke dalam negara baru. Namun dalam praktiknya, proses integrasi tersebut tidak disertai dengan perjanjian formal penyerahan kedaulatan, sehingga menimbulkan problem yuridis dan administratif terutama terkait tanah ulayat, tanah swapraja, dan aset kesultanan.

Relasi yang belum harmonis ini melahirkan apa yang disebut potensi internal colonization, yaitu dominasi struktural negara modern atas lembaga adat yang seharusnya diakui sebagai bagian dari identitas bangsa.

2. Landasan Filosofis dan Konstitusional
2.1 Landasan Filosofis
Harmonisasi hubungan antara negara modern dan kerajaan/kesultanan berakar pada nilai-nilai Pancasila, terutama:

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pengakuan terhadap lembaga adat bukan pemberian hak istimewa, tetapi pemenuhan keadilan historis dan sosial.

2.2 Landasan Konstitusional

• Pasal penting dalam UUD 1945 yang menjadi dasar rekognisi adalah:

• Pasal 18B ayat (2): negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

• Pasal 32: negara memajukan kebudayaan nasional sekaligus menghormati kearifan lokal.

• Pasal 33: bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat, termasuk masyarakat adat.

Kerangka hukum agraria memperkuatnya, antara lain:
• UUPA 1960 Pasal 3,
• PP 224/1961 Pasal 4 ayat 1,
• PP 18/2021 Pasal 98 ayat 2,
• Permen ATR/BPN 14/2024 tentang hak komunal adat.

Berbagai Undang-Undang sektoral semakin menegaskan legalitas masyarakat adat (UU HAM, UU Kehutanan, UU Desa, UU Lingkungan Hidup, UU Otsus dan Keistimewaan Aceh–DIY–Papua, dll.).

3. Permasalahan Yuridis dan Historis dalam Transisi Negara Awal ke Negara Baru
Kajian ini mengidentifikasi beberapa problem utama:

• Tidak adanya naskah penyerahan kedaulatan kerajaan kepada RI
Integrasi dilakukan secara moral dan politik, bukan secara hukum formal (legal transfer of sovereignty).

• Tidak ada satupun Undang – Undang yang menyatakan Kerajaan Kesultanan dibubarkan. Secara kedaulatan masih tetap ada dan diakui, hanya dalam regulasi yang dimunculkan hanya Objek tanah ulayat dan tanah adat atau tanah swapraja exswaprajanya saja. Untuk Hak serta ketentuan para Ahli Waris Kerajaan Kesultanan di hilangkan atau disamarkan.

• Ambiguitas status tanah ulayat dan tanah swapraja
Interpretasi negara kerap menganggap tanah swapraja sebagai tanah negara, tanpa memperhatikan prinsip waris adat yang bersifat komunal.

• Minimnya kompensasi terhadap aset kesultanan yang digunakan negara
Banyak istana, tanah adat, dan fasilitas tradisional dipakai pemerintah tanpa perjanjian maupun ganti rugi.

• Terpinggirkannya peranan raja dan sultan dalam sistem ketatanegaraan
Padahal secara historis, mereka adalah penjaga nilai, integrasi wilayah, dan identitas bangsa.

4. Prinsip Harmonisasi Negara Awal dan Negara Baru
Kajian ini menetapkan tiga prinsip dasar:
• Rekognisi Konstitusional pengakuan formal terhadap eksistensi kerajaan.
• Rekonsiliasi Historis — penyatuan ulang nilai dan peran kesultanan dalam pembangunan modern.
• Sinergitas Pembangunan Nasional — kerjasama fungsional raja-sultan dengan negara dalam menjaga keutuhan NKRI.
Ketiganya menegaskan bahwa hubungan kesultanan dan negara bukan relasi subordinasi, tetapi koeksistensi.

5. Solusi dan Rekomendasi Kebijakan Nasional
Kajian ini mengusulkan lima arah kebijakan strategis kepada Presiden RI:
5.1 Revitalisasi Keraton sebagai Pusat Kebudayaan Nasional
• Melalui Peraturan Pemerintah yang mengatur:
• Revitalisasi istana dan keraton oleh pemangku adat;
• Pendanaan melalui APBN/APBD;
• Penetapan keraton sebagai living cultural centers.
5.2 Sertifikasi Tanah Ulayat dan Tanah Swapraja
• Diusulkan PP tentang sertifikasi hak komunal adat dengan prinsip: Tidak ada tanah di Nusantara yang tidak bertuan; semuanya memiliki ahli waris sejarah yang melekat secara komunal.

5.3 UU tentang Kompensasi Ekonomi dan Partisipatif Interest
Ketentuan profit-sharing 10–25% dari perusahaan yang beroperasi di wilayah adat, mengacu pada:
• Pasal 33 UUD 1945,
• UU Perseroan Terbatas Pasal 74 (CSR).

5.4 Peraturan Pemerintah tentang Hibah Adat untuk Penguatan Hak Negara
• Raja dan sultan dapat memberikan hibah adat atas tanah kerajaan yang digunakan negara, disertai penghargaan negara sebagai rekognisi moral dan historis.

5.5 Pelibatan Struktural Raja & Sultan dalam Pemerintahan Nasional
Melalui Keppres atau UU:
• keanggotaan kehormatan DPD RI,
• penasihat presiden,
• Utusan Khusus Presiden
• komisaris BUMN strategis,
• pengawas independen pembangunan nasional dan kinerja kabinet dan parlemen.
• DAN-RI menjadi Lembaga Negara Resmi yang menangani Khusus Kerajaan Kesultanan,Tanah Ulayat dan Masyarakat adat
6. Mekanisme Implementasi
Diusulkan pembentukan Komisi Nasional Rekonsiliasi Adat-Negara (KRN) atau Lembaga Negara Dewan Adat Nasional Republik Indoneisa (DAN-RI) yang bertugas menangani Khusus Kerajaan Kesultanan,Tanah Ulayat dan Masyarakat adat, menginventarisasi tanah adat, memediasi sengketa, serta menyusun rekomendasi strategis bagi Presiden dan DPR.

7. Implikasi Sosial, Politik, dan Hukum
Implementasi kebijakan ini akan menghasilkan:
• Rekonsiliasi historis antara negara dan kesultanan.
• Keadilan agraria substantif.
• Peningkatan kesejahteraan masyarakat adat.
• Penguatan identitas nasional.
• Stabilitas wilayah dan integrasi nasional.
• Memperkuat Kedaulatan NKRI

8. Kesimpulan
Harmonisasi hubungan antara Negara Awal dan Negara Baru merupakan langkah strategis untuk membangun rekonsiliasi nasional yang berkeadilan. Pengakuan terhadap lembaga adat tidak melemahkan NKRI, tetapi memperkuat legitimasi moral dan historis negara modern. Keterhubugan melekat menjadi sebuah kesatuan antara Raja Sultan, Tanah Ulayat dan Masyarakat adat yang tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana pesan leluhur, kemerdekaan sejati tidak hanya bebas dari penjajahan asing tetapi juga bebas dari ketidakadilan internal terhadap anak bangsa sendiri.
“ BENAR KATAKAN BENAR, SALAH KATAKAN SALAH, JANGAN ADA PEMBENARAN DIATAS KESALAHAN “

Daftar Pustaka :
• Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
• Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
• Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
• Peraturan Pemerintah 224 Tahun 1961;
• PP 18 Tahun 2021.
• Permen ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024.
• Tap MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA.
• Literatur sejarah kerajaan Nusantara.

Oleh: Kanjeng Gusti Sultan Sepuh Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H. / Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan Kesultanan Cirebon / Ketum DAN-RI
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl